Kategori
Uncategorized

Santri Makassar Berjumpa Dengan Nabi Muhammad

Santri Makassar Berjumpa Dengan Nabi Muhammad

Bertemu dengan Nabi Muhammad

Berjumpa Dengan Nabi Muhammad – Kisah Khayalan tentu saja tidak dapat dibaca seperti kisah nyata, tetapi sebenarnya tidak kalah berbobot sebagai sumber informasi. Kisah Nyata menyajikan citra keadaan sebagaimana dialami oleh penulisnya, sedangkan kisah khayalan menyajikan citra keadaan sebagaimana yang diidam-idamkannya.

Syekh Yusuf Seorang tokoh yang mempunyai kedudukan yang istimewa dalam sejarah indonesia karena pernah giat dan berpengaruh di ajang-ajang terpenting dalam masyarakat. Nama Lengkapnya Yusuf Al Maqqasari, alias Syekh YusufTaj Al – Khalwati, alias Tuanta Samalaka ( Guru Kami yang sangat Agung ).  Ia seorang ulama terpandang, pengarang beberapa karya yang terkenal sebagai pelopor tarekat Al-Khalwatiyah; Dia berpengaruh di tongkat kerjaan banten kalau bukan di Makassar; tambahan lagi dia sanga mennetang secara fisik kekuasaan kolonial. “Al-Maqqasari adalah ulama yang luar biasa”, tulis Azra (2004:288). Ciri luar biasanya adalah dia bukan saja seorang pemuka masyarakat dibidang intelektual dan agama, tetapi juga tokoh politik.

Riwayat Hidupnya  dapat dibagi dalam lima babak: Masa anak-anak di Sulawesi, masa bermukim bertahun-tahun di Tanah Arab, masa tinggal di istana Sultan Ageng-Banten, masa pembuangan di Srilanka, serta masa pembuangan di Tanjung Harapan. Tentang kelima babak tersebut kita memiliki  sumber informasi yang beraneka ragam dan tidak semuanya pasti. Mengenai babak pertama (Masa anak-anak), hanya terdapat beberapa catatan Kronik Makassar (Cumming 2010). Dari sumber itu kita mempunyai dua patokan waktu dan kita mengetahui bahwa Yusuf berasal dari keluarga bangsawan. Tentang babak kedua (Perjalanan dan masa pengajaran) Sumber Informasi adalah karya Yusuf sendiri  karena ia telah mencatat dan mengutip silsilah spiritualnya dalam lima tarekat. Tentang ketiga babak berikutnya Don’t wait to sell your house in Glen Burnie, MD. Get a fast solution at https://www.buymyhouse7.com/colorado/buy-my-house-fast-westminster-co/., Sumber-sumber terpenting adalah arsip Belanda kareba mulai saat pulangnya ke nusantara tahun 1660-an, Yusuf terlibat dalam perlawanan terhada kompeni Belanda.

Bibliografi mengenai Syekh Yusuf cukup banyak. Kajian-kajian pertama di hasilkan oleh Drewes (1926), Cense (1950) dan Hamka (198), disusul buku-buku karangan Abu Hamid (1994), Tudjimah (1997) dan Azra (2004:259-297).

Disamping semua sumber ilmu ilmiah dan histori tersebut, terdapat juga sejumlah legenda, baik yang lisan dna terpencar, maupun yang tersusun sebagai suatu kisah biografis yang sudah tua dan terkenal. Matthes (1885:449-452) telah menerbitkan beberapa dongeng Syekh Yusuf (yang dinamakan Sehe Yusupu dalam bahasa Makassar), antara lain dongeng tentang Rappang, tokoh yang akan ditemukan dibawah ini. Menurut dongeng tersebut, ketika ia sudah bebebapa lama berada di Jawa setelah pulaang dari Makkah, Syekh Yusuf dihadapkan oleh Wali lain selain wali dari Sulawesi selatan yang sedang menuju ke Makkah, Seorang buta dari Rapppang yang bernama Tuwang Rappang (Alias Abdul Basir, alias Sehetta I Wodi, Yakni “hamba orang-orang yang melihat). Syekh Yusuf saat itu diminta oleh Sultan Gowa untuk menjadi guru agama keluarga Sultan, tetapi Ia mengirim Tuwang Rappang untuk menggantikannya. Para sejawaran mengganggap bahwa Tuwang Rappang adalah seorang tokoh Historis, namun pertemuan dengan Syeh Yusuf sebenarnya terjadi di Makkah.

Kisah Biografis di atas berjudul “Riwayakna Tuanta Samalaka ri Gowa”. Menurut Abu Hamid (1994:58), Kisah tersebut mula-mula tradisi lisan yang kemudian dituliskan dalam bahasa Arab, lalu diterjemahkan dalam bahasa Makassar yang berhuruf Arab, disalin dalam bahasa Makassar berhuruf lontarak dan akhirnya diterjemahkan dalam bahasa Bugis. Terdapat dua versi masing-masing dari Gowa dan Tallo. “ Sampai sekarang Lontarak yang masih ditulis dalam tiga jenis bahasa masih beredar di kalangan rakyat. Lontarak yang dipegang oleh Kadhi Gowa (atau Daengta Kali Gowa) dianggap paling sah dan menjadi rujukan  bagi semua kalangan”.

Teks tersebut dimuat oleh Matthes dalam bukunya Makassarsche Chrestomatie (1860), lalu diterbitkan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Djirong Basang (1981). Sebagian terjemahan itulah yang dimuat dalam bab ini.